Monday, May 21, 2007

Embun

Malam ini
Saat asa merongrong batinku.
Tapak ini lelah menjejak tanah..
akupun mulai terlarut.
Menangisi sebuah keraguan.
Luruh asaku.

Aku ingin se-bahagia gelak tawa mereka.
Semakin sulit.
Apa dayaaku terlalu risau.
Basi!!!!

Rasa cinta.
Tapi aku tak mampu mengelak..
Ajari aku dengan sempurna.
Tanpa cela. Tanpa jeda.

Ajari aku seperti Embun......


*) Duniaku Duniamu....Semua tuk mereka....!!!

Naif

Rona merah jingga......

Di timur sana.........

Shubuh!!


Tanah lapang sisi rumahku....

Saksi bisu...

Dalam kesendirian ini.


Bayangnya meninggi di merahnya senja.

Demikian dengan sepuluh dan seribu hari berduka..

tak pernahkah terlintas kau ingin beranjak maju tinggalkan semua ini?

Atau masih saja masa lalu menimang ragamu?

Seperti mereka yang kapitalis!!!

Pengecut……….!!


*) Teruntuk orang-orang "Naif"

Tiga

Begitu hebat rahasia Tuhan hingga buatku luluh

Turuti rasa bahagia bersamamu.

Kalau boleh, aku sedang menunggu satu keajaiban yang bekukan asa dan inginku.

Agar perbedaan luluh jadi tiga.


Tiga tawa yang cerahkan hari.

Tiga harapan yang bersembunyi di balik langkahku,

menunggumu berjalan di sampingku.

aturan yang menghukum ketiadaanku

Satu lelap yang larutkan namamu dalam malam.

Satu hal yang dapat aku banggakan,

ada satu jalan kecil yang berkelok tanpa terjal di sisi kiri otakku.


Sakit.

Tapi mengingatmu saja sudah menjauhkan gejolak asa'

Aku gagal.

Gagal menahan untaian waktu yang jauhkan aku dari Engkau

Satu saat nanti,

ketika aku sudah tidak mempunyai hati lagi,

akankah rongga kosong dalam dadaku ini berarti?

Dan satu kesempatan, untuk bersama-Mu lagi.

Untuk sebuah jalan hidup.


*) Tiga.......---->> Nama yang sedikit terlupakan<<------

Kasur Palembang Merah.....................

kepada Tuhan.
Andai aku boleh bertanya,
Bolehkah bumi ini ku hentak lagi?
Andai saja Engkau beri aku kesempatan....
Tuk bangunkan kakekku yang tertidur pulas Tuhan....
atau, beri aku kesempatan
tuk menata diriku seperti dulu waktu middle school


Sepi.

Sendiri disini.

Dingin.

Lapar.

Bapak, Ibu, kakak dan adik sesaat menghilang.


Apakah semua orang menderita sepertiku Tuhan?

Kalau iya, wajar saja tidak ada yang perduli padaku.

Kalau tidak,.. Minta tolong? Tidak mungkin.

Mereka sudah bosan dengan tangan yang meminta.

Tapi bagaimana aku bisa makan?

Aku bingung Tuhan.

Beri aku petunjuk.

memang benar, Nasib kami yang berbeda. Mereka semestinya bersyukur.


Maafkan aku Tuhan, selalu meratap dan mengeluh.

Seharusnya akupun bersyukur, aku masih hidup, tidak dalam keadaan cacat.

Walaupun aku tak punya apa-apa lagi.


Paling tidak, sekarang aku tau betapa tidak akan hilang luka sebuah rasa kehilangan.

Dan aku semakin tegar bertahan darinya.

Tuhan, jika tulisan tanganku ini tidak sampai di pintu surgaMu,

Engkaupun mengerti siapa namaku, dan bagaimana aku hidup.


Tidur di kasur Palembang merah

Di ruang yang lembab......


Aku sangat meyakiniMu Tuhan,..

lindungi kami yang berdiri diatas bumiMu.


*) Teruntuk Orang-orang Malam yang setia menemani......

Sunday, May 20, 2007

Dunia Baru

Tak pernah kusadari sebelumnya.
Aku baru menyadari bahwa....
Kita sudah berada di luar dunia kita yang lama.
Kita sudah masuk ke dalam dunia
yang sungguh tidak aku pernah bayangkan sebelumnya
khususnya pada saat kita masih sering bersua.
Kita sudah masuk ke dalam kampung global.
Kampung di mana ruang dan waktu sungguh sudah sangat tipis.

Pesawat di atas rumahku kalah cepat dibanding gerbong yang satu ini.
Gerbong ini gerbong globalisasi.
Gerbong yang tidak pernah bisa aku bayangkan sebelumnya.
Masinisnya adalah neoliberalisme.
Dindingnya adalah kapitalisme.
Dan roda-rodanya adalah teknologi informasi.

Kita berhasil dimuatnya.
Kita masuk dalam kampung global dan di seret sang masinis neoliberalisme....
Tak kurasa, kalian juga berada satu kampung denganku.
Tapi jelas, bukan kampung kita dulu.
Ini kampung baru...
Kampung maya....